Antara Vaksin dan BLT
Laporan: Evi Novarina, S.Pd/Trainer/PMI Kab. Luwu Utara

Pagi begitu cerah, setiap hari penduduk Desa Balebo Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara melaksanakan kegiatan rutin. Ada yang harus bekerja ke sawah, ke kebun, ke kantor, dan ada pula yang hanya sibuk di rumah. Meskipun dengan kesibukan yang berbeda-beda tetapi masyarakatnya terlihat damai dan saling menghormati antara satu dengan yang lain.

“Assalamu’alaikum Bu Ani!” sapa Pak Tamsir, nama panggilan Muhammad Tamsir, salah seorang warga yang bekerja di Dinas Sosial Kabupaten Luwu Utara kepada Bu Ani warga yang hendak berangkat ke kebun. Tanpa sengaja mereka bertemu di persimpangan jalan dekat rumah Bu Ani, tepatnya di Jalan Lessangi, Balebo, Agustus 2022 lalu.

“Wa’alaikumsalam,” jawab Bu Ani sambil tersenyum ramah kepada Pak Tamsir, yang juga salah satu Kader Sosialisasi Vaksin PMI yang membantu Jenewa untuk mengedukasi masyarakat di Desa Balebo. Pak Tamsir selama ini terkenal sangat ramah dan baik hati oleh warga.

Sebelum mereka melanjutkan perjalanan sesuai tujuan mereka masing-masing, Pak Tamsir memberitahukan kepada Bu Ani bahwa besok warga diminta untuk hadir di Kantor Desa Balebo untuk menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai).

“Bu’, datang ke kantor Desa besok ya, ada penerimaan bantuan BLT,” ajak Pak Tamsir.

Karena Bu Ani adalah salah satu penerima BLT, beliau terlihat bahagia mendengar kabar tersebut.

“Alhamdulillah. Iya, nanti saya datang besok pak,” sambut Bu’ Ani dengan gembira.

Bu Ani adalah warga Desa Balebo yang tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Beliau juga merupakan single parent dengan 2 (dua) anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Suami Bu Ani telah meninggal dunia akibat bencana banjir bandang yang terjadi sekitar dua tahun yang lalu.

Keesokan harinya, Kantor Desa Balebo pun telah ramai. Banyak warga berdatangan untuk menerima BLT seperti yang telah diberitahukan oleh Pak Tamsir kepada Bu Ani. Bahkan mereka rela mengantri dan menunggu dari pagi demi mendapatkan BLT tersebut. Termasuk Bu Ani dan yang warga lainnya.

Pegawai Dinas Sosial sudah tiba dan siap untuk membagikan bantuan bagi warga yang tergolong kurang mampu sekitar lebih 1 juta per orang. Semua warga penerima BLT diminta untuk tertib, duduk pada tempat yang sudah disediakan lalu mendengarkan pengarahan terlebih dahulu.

“Assalamu’alaikum Bapak-bapak/Ibu-ibu yang sudah hadir disini. Selamat pagi dan salam sejahtera buat kita semua. Seperti sebelumnya, ada berkas-berkas yang perlu Bapak/Ibu persiapkan sebagai penerima BLT termasuk kartu keluarga. Saat ini telah di informasikan juga bahwa kartu vaksin juga menjadi syarat pada penerimaan BLT,” ujar petugas Dinas Sosial kepada warga, saat memberikan arahan.

Seketika warga terdengar riuh. Bagi warga penerima BLT yang sudah vaksin terlihat biasa-biasa saja. Mereka merasa aman karena sudah memenuhi syarat tersebut. Tetapi tidak sedikit pula warga yang mengeluh dengan syarat itu karena masih banyak di antara warga penerima BLT yang belum vaksin. Petugas berusaha membuat suasana tenang. Petugas penyaluran BLT menyampaikan bahwa itu sudah menjadi aturan pemerintah.

“Vaksin telah menjadi syarat untuk menerima BLT,” kata Pak Tamsil, petugas pembagi BLT.

Adanya syarat vaksin untuk menerima BLT ternyata menjadi dilema, baik buat petugas penyaluran dana maupun bagi masyarakat penerima BLT itu sendiri. Salah satunya adalah keluarga Bapak Hasan. Pak Hasan telah tercatat sebagai penerima bantuan tersebut sejak pendataan awal dan sudah kesekian kalinya menerima dana BLT. Namun kali ini harus tertunda karena beliau belum memiliki sertifikat vaksin.

“Pak Hasan kenapa pulang?” tanya salah satu warga yang melihat pak Hasan berjalan ke arah rumahnya.

“Iya, kalau harus divaksin, ah.. nggak usahlah di ambil (BLT),” jawab pak Hasan dengan wajah pasrah karena tidak dapat menerima BLT disebabkan belum vaksin.

Tidak hanya Pak Hasan yang memilih pulang, namun banyak masyarakat penerima BLT yang memilih pulang. Petugas penyaluran BLT akhirnya juga dilema. Jika BLT tidak disalurkan, itu sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk menyalurkan dana BLT tersebut dan semua penerima sudah masuk dalam daftar datanya. Di sisi lain, vaksin juga tidak boleh dipaksakan.

Semua saling mencarikan solusi. Bagaimana supaya masyarakat yang belum vaksin mau segera vaksin dan BLT bisa diterima.

Sosialisasi Vaksin

Awal bulan Agustus 2022, di Dusun Baloli, Desa Balebo, Kecamatan Masamba, Luwu Utara dihebohkan dengan sebuah peristiwa yang membuat masyarakat takut untuk di vaksin. Informasi yang tidak jelas kebenarannya dengan cepat menyebar. Seorang warga mengalami sakit usai mendapat suntikan vaksin.

Kejadian yang menimpa warga Balebo bernama Siti yang tidak lain adalah keponakan Bu Ani. Bu Siti mengalami sakit setelah vaksin ketiga (Booster).

Dari penelusuran, kejadian ini sebenarnya disebabkan karena kesalahan data. Penasaran dengan kejadian yang menimpa Bu’ Siti, Bu’ Ani mendatangi rumah Pak Tamsir menanyakan terkait vaksinasi. Mereka pun bertemu dan berbincang.

“Pak Tamsir, apakah ada batasan umur ketika mau vaksin Booster?” tanya Bu Ani kepada Pak Tamsir.

“Iya Bu, ada. Booster diberikan kepada orang yang sudah berusia lebih dari tujuh belas tahun,” jawab Pak Tamsir seraya menyuguhkan sepiring kue di meja Bu’Ani duduk.

Bu’ Ani menceritakan masalah sebenarnya yang dialami Bu’ Siti kepada Pak Tamsir. Beberapa waktu yang lalu, Bu Siti mendatangi Puskesmas Masamba dengan tujuan vaksin ketiga. Petugas vaksin bertanya kepada Bu Siti. “Apakah sudah vaksin satu dan dua?” Bu Siti menjawab “Sudah”.

“Tanpa bertanya tanggal lahir kepada Bu Siti, petugas melakukan vaksinasi kepada Bu Siti,” kata Bu’Ani menceritakan tentang pengalaman yang dialami Bu Siti.

Bu Siti adalah seorang Ibu yang sudah memiliki anak, petugas tidak menanyakan lagi usia Bu Siti yang ternyata belum memenuhi syarat untuk mendapatkan Booster.

“Bu Siti telah menikah di bawah umur jadi cepat memiliki anak sebelum genap usia tujuh belas tahun,” jelas Bu’Ani.

Setelah diberikan Booster, Bu’ Siti mengalami sakit. Bu’ Siti dan keluarga menyimpulkan bahwa sakitnya Bu’ Siti adalah efek dari Booster. Warga tahu bahwa booster diberikan kepada orang yang berusia lebih dari tujuh belas tahun. Sehingga masyarakat menyimpulkan bahwa sakit yang dialami Bu’ Siti diakibatkan oleh Booster yang tidak seharusnya diberikan kepada Bu’ Siti karena dosisnya tidak sesuai dengan usianya.

Kejadian yang menimpa Bu’ Siti menambah ketakutan masyarakat untuk vaksin ketiga. Sebagian masyarakat yang telah terdaftar namanya sebagai penerima BLT pun memilih lebih baik tidak terima BLT daripada harus divaksin.

Namun, Pak Tamsir tak mau kalah dan menyerah, ia bersama rekan-rekannya terus melakukan edukasi kepada masyarakat terkait manfaat vaksinasi untuk memerangi Covid-19 dan memberikan penyuluhan jika beberapa temuan warga yang sakit bukan disebabkan karena vaksin, murni karena sakit biasa.

“Berjalannya waktu dan sering diadakannya penyuluhan terkait vaksin, maka ketakutan masyarakat terkait vaksin dapat berkurang. Vaksinasi tetap berjalan dan warga tetap mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah,” tutup pak Tamsir. (*)

*Cerita ini diangkat dari pengalaman Muh. Tamsir, Kader Sosialisasi Vaksin PMI yang membantu Jenewa untuk mengedukasi masyarakat di Desa Balebo Kecamatan Masamba, Luwu Utara

Sumber: https://upos.id/antara-vaksin-dan-blt/

Leave a Reply

Your email address will not be published.