Gizi dan pendidikan remaja menjadi fokus serius dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak muda di Indonesia. Remaja memiliki peran krusial dalam pembangunan ekonomi, namun masih dihadapkan pada masalah serius seperti kurang gizi, kelebihan berat badan, dan kurangnya akses pendidikan.

Kabupaten Jeneponto dihadapkan pada tantangan serius dalam meningkatkan tingkat partisipasi pendidikan, terutama di kalangan remaja. Terdapat faktor-faktor seperti aksesibilitas, ekonomi, dan budaya yang mungkin berperan dalam menentukan tingkat partisipasi pendidikan remaja.

Menanggapi tantangan ini, UNICEF dan Jenewa Madani Indonesia bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Jeneponto untuk menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) selama dua hari di Hotel Binamu Jeneponto, pada tanggal 21-22 Februari 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah kelurahan, perwakilan PKBM, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG), kader posyandu, dan PKPR di kecamatan Tamalatea dan Bontoramba. Selain itu, staf tim kerja usia sekolah dan remaja direktorat gizi dan kia Kementrian Kesehatan serta UNICEF Jakarta juga ikut mendampingi jalannya FGD selama dua hari yang juga diselingi koordinasi secara langsung kepada pemerintah setempat (Bappeda, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto)

Data dari Survei Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan bahwa lebih dari 25% remaja mengalami masalah pertumbuhan terhambat, sementara 15,6% mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Melihat kondisi ini, UNICEF telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan sejak tahun 2023, dengan fokus pada remaja yang tidak bersekolah, atau Out-of-School Adolescents (OOSA).

Sebagai langkah awal, dilakukan forum diskusi dengan pemerintah setempat, PKBM, TPG, kader posyandu, dan PKPR untuk merumuskan konsep program gizi yang tidak hanya menjangkau remaja yang bersekolah, tetapi juga mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal. Diskusi ini bertujuan untuk mengintegrasikan kurikulum edukasi gizi ke dalam kehidupan sehari-hari remaja putus sekolah, serta memperkuat layanan gizi esensial bagi mereka.

Hari pertama forum mencakup partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, sedangkan hari kedua melibatkan langsung remaja yang tidak bersekolah untuk mendapatkan perspektif langsung dari mereka.

Ibu Nike Frans, Nutrition Officer UNICEF, menyampaikan bahwa walaupun penerapan wajib belajar 12 tahun sudah ada, masih banyak remaja yang belum bersekolah. “Remaja yang lebih tua memiliki risiko putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang lebih muda,” katanya. sebagian besar intervensi penurunan angka stunting secara khusus ditujukan kepada remaja yang masih sekolah, terutama karena mudah dijangkau dan ketersediaan data. UNICEF memulai dukungannya kepada Kementerian Kesehatan dengan melakukan penelitian formatif terhadap remaja di luar sekolah yang bertujuan untuk menemukan platform dan metode yang paling cocok untuk mencapai mereka sehingga Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengumpulkan wawasan mereka tentang bagaimana merancang pendidikan gizi yang menyenangkan, interaktif, dan menarik yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published.