Puskesmas Kaluku Badoa Kecamatan Tallo, Selasa 30 Januari 2024 UNICEF-JENEWA adakan Orientasi Berjenjang: 3 perilaku kunci pencegahan stunting dengan pendekatan komunikasi perubahan perilaku dengan mengundang para kader perwakilan posyandu, TPG dan bidan Puskesmas Kaluku Badoa, kader serta unsur pemerintahan Kecamatan Tallo dari Camat hingga Kepala Kelurahan dengan total peserta kurang lebih 50 orang.
“Kegiatan ini merupakan salah satu program gizi UNICEF Sulawesi Selatan dan kami dari JENEWA selaku mitra pelaksana program. Orientasi ini dilaksanakan secara berjenjang dan sudah dilaksanakan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan tingkat puskesmas. Tujuan kegiatan ini memberikan penguatan dalam rangka penurunan stunting pada anak melalui strategi komunikasi perubahan perilaku dengan pendekatan komunikasi antar pribadi. Dimana terdapat 4 pendekatan yaitu advokasi, mobilisasi sosial, kampanye publik dan komunikasi antar pribadi” Ujar Dinda selaku program officer JENEWA.
Kecamatan Tallo, salah satu kecamatan padat penduduk di Kota Makassar, memiliki 7 kelurahan dengan jumlah penduduk mencapai 76.850 jiwa. Data menunjukkan adanya 5.518 balita di kecamatan tersebut, dan dari jumlah tersebut, sebanyak 283 balita terdeteksi mengalami stunting. Khususnya di Kelurahan Kaluku Badoa, terdapat 79 balita yang mengalami kondisi stunting. Stunting, sebagai masalah gizi kronis, muncul mulai dari janin hingga usia 2 tahun dan dapat berdampak serius terhadap sumber daya manusia di masa depan.
Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan meluncurkan Program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Program ini diarahkan untuk memastikan bahwa kualitas manusia terbentuk dengan baik mulai dari dalam kandungan hingga mencapai usia 2 tahun. Pentingnya masa 1000 HPK tidak hanya mencakup pertumbuhan fisik, tetapi juga melibatkan perkembangan otak, kecerdasan, dan metabolisme tubuh pada ibu hamil dan anak balita.
Dalam konteks Kecamatan Tallo, fokus pada upaya pencegahan dan penanganan stunting menjadi sangat krusial. Data yang spesifik, seperti jumlah balita stunting di Kaluku Badoa, memperkuat urgensi langkah-langkah intervensi dan edukasi gizi pada masyarakat. Menciptakan kesadaran dan pemahaman yang lebih baik terkait gizi pada masa awal kehidupan dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di masa mendatang.
Kondisi ibu hamil, termasuk kesehatan dan asupan makanannya, mempengaruhi kondisi janin dan dapat menjadi pemicu stunting atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Selain itu, kurangnya perhatian terhadap asupan makanan pada anak baduta, seperti tidak memberikan ASI eksklusif (0-6 bulan) atau MP-ASI yang tepat (setelah usia 6 bulan), juga dapat menyebabkan stunting. Oleh karena itu, peserta diorientasikan untuk memahami tiga perilaku kunci dalam mencegah stunting:
1. Ibu Hamil: Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) setiap hari dan makan makanan bergizi seimbang.
2. Anak usia 6-24 Bulan: Berikan MP-ASI bergizi seimbang dan kaya protein hewani dan terus berikan ASI Eksklusif minimal hingga usia 2 tahun.
3. Semua Anak Balita: Rutin bawa ke posyandu setiap bulan untuk memantau pertumbuhannya.
Para Kader dan pemerintah setempat dari Camat hingga Lurah antusias mengikuti kegiatan ini dan berkomitmen untuk mengawal hal ini, Pemerintah setempat menekankan bahwa penanganan stunting bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan, tetapi memerlukan kerjasama lintas sektor. Ia mengajak untuk menjadi “super tim” yang melibatkan sektor kesehatan (melalui tenaga kesehatan dan kader) serta sektor non-kesehatan (melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan figur berpengaruh lainnya dalam Masyarakat seperti Lurah dan Camat).