Menjadi Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) adalah salah satu takdir yang baik menurut Ibu Rusmiati, TPG dari Puskesmas Lompe, Kota Pare Pare, Provinsi Sulawesi Selatan. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa berinteraksi dan bercengkrama bersama kader, ibu, dan balita.
Menurut Ibu Rusmiati, ada berbagai hal yang menyebabkan gangguan gizi balita di wilayahnya. Beberapa penyebab tersebut seperti balita yang memiliki akses yang terbatas ke posyandu dan fasilitas kesehatan, balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah, tidak memiliki tempat tinggal yang layak, pemenuhan asupan gizi yang tidak adekuat, serta tingkat kebersihan yang rendah. Menghadapi berbagai masalah tersebut, semangat dari Ibu Rusmiati sebagai seorang TPG terus menyala untuk sering mengunjungi sasaran balita meskipun harus melewati perjalanan yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua dan dengan tugas lainnya yang menumpuk.
Salah satu masalah gizi yang pernah ditangani Ibu Rusmiati pada Agustus 2022 yaitu kasus balita gizi buruk dengan balita berinisial N, berusia 19 bulan. Pada awalnya, balita tersebut ditemukan oleh kader dan masyarakat dalam keadaan terbaring lemas di lantai tanpa alas di rumah orang tuanya. Balita tersebut merupakan anak kembar dan diasuh secara terpisah, dimana saudara kembarnya berinisial NU di asuh oleh nenek. Karena tidak pernah berkunjung ke Posyandu ataupun ke fasilitas kesehatan, orang tua balita N memiliki informasi yang sangat terbatas tentang pemberian ASI dan MP-ASI yang tepat. Ketika ditemukan, balita N segera dibawa ke posyandu dan kemudian dirujuk ke puskesmas untuk dikonfirmasi status gizinya dan menerima penanganan lebih lanjut. Tim asuhan gizi puskesmas Lompoe, yang salah satunya adalah Ibu Rusmiati menyimpulkan bahwa anak ter sebut mengalami gizi buruk tanpa komplikasi. Setelah dilakukan test nafsu makan ternyata balita N memiliki nafsu makan baik dan mampu menghabiskan 80% makanan yang diberikan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa balita N dapat di berikan perawatan sesuai tatalaksana gizi buruk rawat jalan.
Tidak butuh waktu lama untuk mengembalikan status gizi balita N. Dengan mengikuti standar tatalaksana gizi buruk, status gizi balita N dapat kembali normal dalam waktu 1 bulan. Tim Asuhan Gizi Puskesmas Lompoe yang terdiri dari dokter, perawat, dan petugas gizi menyiapkan Formula WHO F100 setiap minggunya. Dengan dana Puskesmas yang terbatas, pembelian bahan F100 seperti minyak sayur, susu full cream, dan gula pasir diperoleh dari sumbangan, terutama dari Ibu Rusmiati sendiri. Sedangkan bahan baku mineral mix diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pare-Pare.
Di tahun 2022, Jenewa dan UNICEF melakukan orientasi Pengelolaan Tatalaksana Gizi Buruk untuk seluruh Tim Asuhan Gizi di Kota Parepare yang disusul dengan pelaksanaan Koordinasi Lintas Sektoral untuk pencegahan dan tatalaksana wasting (gizi kurang dan gizi buruk). Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk tatalaksana gizi buruk sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan anak-anak seperti balita N. Dalam koordinasi lintas sektor tentang pencegahan dan tatalaksana wasting, pemerintah diajak berdiskusi untuk penguatan koordinasi dalam pencegahan tatalaksana wasting di Kota Parepare khususnya di Kecamatan Lompoe.
Semoga semangat penanganan wasting seperti yang dimiliki Ibu Rusmiati dapat menjadi contoh untuk para tenaga dan pegiat kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan dan di Indonesia untuk bersama memerangi wasting.
Penulis: Hardyanty Subair, Yayasan Jenewa Madani Indonesia